PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kata ‘seni’ berasal dari kata SANI yang berarti jiwa yang luhur/ ketulusan jiwa. Dalam bahasa Sansekerta, seni disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna. Sebagai kata benda, cilpa berarti pewarnaan.
Seni merupakan ekspresi keindahan masyarakat yang bersifat kolektif. Kemudian ada pula kata ‘kesenian’, kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati denagn mata ataupun telinga.
Lingkup seni sebagai hasil aktivitas artistik yang meliputi seni suara, seni gerak, dan seni rupa, sesuai dengan media aktivitasnya. Media ini berarti sarana yang menentukan batasan-batasan lingkup seni tersebut. Media sebagai saran aktivitas seni dapat menghasilkan karya seni setelah melalui proses penciptaan seorang seniman berdasarkan pertimbangan artistik (nilai artistik).
Kesenian rakyat yang kini berkembang di tiap daerah Indonesia merupakan warisan dari leluhur bangsa Indonesia yang sangat peduli akan kebudayaan Indonesia. Kesenian yang terdapat di berbagai daerah tersebut berbeda satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia kayak akan budaya.
B. Rumusan
1. Apa saja jenis-jenis kesenian rakyat di daerah Sunda?
2. Bagaimana cara memainkan kesenian tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
Banyak sekali kesenian yang terdapat di daerah Jawa Barat. Hampir tak terhitung jumlahnya, karena saking kayanya kesenian yang ada dalam masyarakat Jawa Barat, khususnya Sunda.
Namun disini kami akan memaparkan/ membahas jenis-jenis kesenian tersebut yang akan dikelompokkan kedalam 3 bagian:
1. Seni musik (waditra);
2. Wayang; dan
3. Seni Tari
II.I Waditra
Daerah Jawa Barat terkenal sekali dengan ragam jenis kesenian tradisional. Waditra adalah sebutan untuk alat-alat bunyi yang lazim dipergunakan sebagai alat music tradisional. Waditra biasa disebut alat tatabeuhan (tetabuhan) atau instrument. Untuk mengenal waditra-waditra, dapat dilihat dari fungsi dan kegunaannya, yaitu dengan mengenal proses pembentukan, permainan, dan penyajiannya.
Jika dilihat dari proses pembentukan, permainan dan penyajiannya, waditra-waditra dapat diklasifikasikan berdasarkan, antara lain:
1. Bahan dasar dan sumber bunyi
2. Teknik permainan
3. Bentuk penyajian
Bahan dasar dalam pembuatan waditra biasanya berbahan dasar kayu, bambu, kulit dan logam. Sedangkan sumber bunyi untuk menghasilkan suara diantaranya: udara, kawat/ dawaik, logam dan kayu.
Waditra-waditra yang terbuat dari amboo yaitu: calung, angklung, angguk, bangsing, celempung, elet( suling lubang 3 di Banten), goong tiup, gambang, honghong, Lodang, suling degung, dan lain-lain.
Waditra yang terbuat dari kayu diantaranya: gambang, tarompet, tarawalet. Waditra yang terbuat dari bahan logam antara lain: Bonang, Cempres, Goong, Jenglong, Kenong, Kecrek, Kempyang, Peking, Saron, Selentem, dll.
Jenis-Jenis Waditra
a. 
Kacapi Indung


Kacapi termasuk waditra alat petik, karena bunyi suara yang dihasilkan dari waditra ini bersumber dari bahan kawat atau dawai yang dimainkan dengan cara dipetik. Dalam istilah music sunda, teknik dasar petikan kecapi dikenal mempunyai cara-cara khas seperti ditoel disintreuk, digembyang(diranggeum). Kacapi indung merupakan kacapi yang mempunyai bentuk paling besar dibandingkan kacapi lainnya.
Indung artinya induk. Kacapi indung diartikan Kacapi induk atau Ibu, karena didalam penyajian kecapi indung berperan sebagai induk atau sumber dari waditra yang menjadi pasangannya. Pasangan kacapi indung yaitu kecapi Rincik. Jika dimainkan harus ngindung (menginduk) pada pola permainan kecapi indung yang menjadi sumbernya. Sehingga keseluruhan hasil garapannya dapat mencapai suatu paduan yang harmonis.
Kacapi Indung terdiri atas:
1. Gelung yang terletak di kiri kanan bagian atas kacapi.
2. Beugeut/ Raray adalah bagian atas kacapi.
3. Papalayu adalah bagian muka dan belakang kacapi.
4. Pongpok adalah bagian kiri dan kanan kacapi.
5. Bobokong adalah bagian bawah kacapi.
6. Susumuran adalah lubang udara yang terdapat dibawah kacapi.
7. Pureut alat penegang yang dipasang dibagian muka kacapi.
8. Tumpangsari/ susu yang dideretkan di atas (beugeut) kacapi.
9. Lidah adalah sebilah kayu yang terdapat di dalam kacapi, untk menahan dan sebagai proses pureut-pureut kacapi.
10. Tumpangsari/ dadampar adalah besi atau batang tembaga untuk menahan tekanan-tekanan dari tegangan kawat-kawat yang di pasang di muka paku-paku sekrup.
b. Tarawangsa
![]() |
Tarawangsa adalah waditra jenis alat gesek terbuat dari bahan kawat sebagai sumber bunyi dan kayu sebagai wadah gema. Alat ini berperan membawakan melodi yang diiringi oleh Kacapi Indung, seperti pada Pergelaran Seni Pantun Sunda, atau ngekngek di Rancakalong Sumedang.
Pengertian dari Tarawangsa adalah semacam seni upacara menghormati Dewi Sri (padi) dengan Tarawangsa sebagai waditra pokok.
Bila dilihat dari ukuran bentuknya ada dua macam Tarawangsa, yaitu:
a. Tarawangsa
b. Rendo (tarawangsa kecil di Banten)
Bahan baku untuk pembuatan waditra tarawangsa yaitu kayu dan kawat-kawat, hamper sama dengan kacapi indung. Adapun bentuknya terdiri dari:
- Parungpung, adalah wadah gema (resonator) yang terdiri dari raray (muka), bobokong (belakang), taktak (atas), udel (lubang udara)
- Tihang sebagai tiang (badan waditra)
- Pureut, alat pemutar untuk mengatur dan menegangkan kawat
- Suku, alat penyangga badan berfungsi sebagai kaki
- Panggesek, alat untuk menggesek yang terbuat dari kayu dengan bulu-bulu ekor kuda atau serat Haramay. Fungsinya untuk melahirkan bunyi yang bersumber dari kawat atau dawai
- Inang berbentuk pyramid berfungsi sebagai alat ( yang digeser-geser) untuk menegangkan kawat
Untuk membunyikan tarawangsa, penggesek digerakkan ke kiri dank ke kanan. Karena kebanyakan alat gesek dipegang tangan kanan, sehingga disebut maju bila penggeseknya digerakkan ke kiri dan mundur bila penggeseknya digerakan ke arah kanan. Jari-jari tangan kiri, antara lain ibu jari dipergunakan untuk memegang tiang waditra (dengan cara di genggam). Telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking, menutup/ nengkep kawat tarawangsa(tutupan/ tengkepan dimaksud oleh bagian buku-buku jari).
c.
Rebab

![]() |
Rebab adalah waditra jenis alat gesek, karena bunyi yang dihasilkan waditra ini bersumber dari kawat yang dimainkan dengan cara digesek. Waditra ini hamper sama dengan tarawangsa, perbedaannya terletak pada bentuk dan cara memainkannya.
Rebab berasal dari bahasa Persia yang artinya sedih. Pengertian ini sesuai dengan jenis lagu-lagu pada rebab, yang sering membawakan lagu-lagu “ngalenggis”, yaitu lagu-lagu yang sangat menyayat hati. Waditra rebab dibuat dari bahan kayu, kawat dan kulit. Dengan tambahan kain dan pelitur.
Bagian-bagian rebab terdiri dari: Pucuk, pureut, tihang, beuheung gereng, beuti cariang, bitis dan rangkung, terbuat dari bahan kayu jeruk. Bagian lainnya seperti: wangkis, dari bahan kayu nangka, Tumpangsari dari bulu ekor kuda putih, dampit dari bahan karet dan sisir dari bahan tanduk atau tulang binatang. Cara memainkannya dengan cara digesek (ngeset akwat) dan menekan (nengkep kawat).
d. 
Suling


Suling adalah waditra jenis alat tiup dari bahan bambu yang berlubang (4, 5, 6) yang dimainkan dengan cara ditiup.
Suling dipergunakan untuk membawakan melodi lagu, baik untuk mengiringi vocal (tembang dan kawih) maupun dimainkan mandiri (tunggalan/ landangan)
Suling yang berlubang empat banyak terdapat di Pulau Jawa. Di Jawa Barat terdapat suling berlubang empat antara lain: Suling degung, pelog, salendro, dan madenda.
Sebelum istilah suling ada di Jawa Barat, ada yang disebut bangsi. Kata bangsi berubah menjadi bangsing. Bangsing di Jawa Barat sekarang adalah alat tiup terbuat dari bahan bambu atau perunggu yang ditiup melintang, dengan berjumlah enam.
Bahan yang sangat baik untuk suling adalah bambu tamiang yang telah berumur tua. Untuk memilih bahan suling yang baik (cara tradisional), yaitu bambu yang telah tua umurnya itu direndam di sungai selama seminggu. Kemudian disimpan di tempat yang panas. Bahan yang tidak pecah, dinyatakan baik dan terpilih. Selanjutnya dipotong menurut ukuran yang diperlukan. Kemudian membuat lubang tiup, dan yang terakhir membuat liang sora (lubang nada).
Nama bagian-bagian suling:
a. Sirah, kepala suling
b. Sumber, ikat kepal yang menutup dan membentuk lubang tiup
c. Awak, batang suling
d. Liang sora, lubang-lubang nada yang ditutup jari
e. Congo, ujung batang suling
e.
Tarompet

![]() |
Tarompet adalah waditra jenis alat tiup, terbuat dari bahan kayu dengan lubang suara sebanyak tujuh buah, dibunyikan dengan cara ditiup. Waditra ini berfungsi sebagai pembawa melodi lagu. Biasanya disajikan sebagai alat tiup pengiring/ pertunjukkan tari, pencak silat, reog, dan iringan seni beladiri Benjang.
Tarompet berasal dari permainan empet. Empet yaitu suara yang ditimbulkan dari potongan lembar daun kelapa atau daun enau (dilipat berempet). Tarompet tidak akan berbunyi jika tidak ada alat empet. Kata tara dari tarompet berasal dari tala yang artinya jantung, tara-empet (tarompet) artinya empet yang menjadi jantung suara atau menjadi sumber bunyi tarompet.
Tarompet terbuat dari bahan kayu, dibuat dengan cara dibubut bentuk dasarnya terdiri dari 3 bagian:
a. Bulan sapasi, merupakan bentuk bagian atas tarompet yang terbuat dari bahan tempurung (entik kelapa). Berfungsi sebagai penahan pipi si peniup tarompet.
b. Empet atau lidah suara merupakan alat terbuat dari bahan enau yang berfungsi sebagai sumber suara
c. Tenggek, liang sora, ugel-ugel adalah bentuk bagian tangan merupakan batang tarompet tempat lubang-lubang nada
d. Kecubung, bentuk bagian bawah berfungsi sebagai ruang pengerak suara
Pada dasarnya tarompet dimainkan dengan cara ditiup atau dilamus (meniup dengan cara pipi dikembungkan).
f.
Angklung

![]() |
Waditra angklung termasuk jenis alat pukul, terbuat dari bahan baku bambu yang dibunyikan dengan cara digoyangkan. Jika dilihat dari bentuknya, cara digoyangkan merupakan proses peraduan (bentrokan) antara kaki angklung dengan ruas bambu yang menjadi landasannya. Oleh karena itu cara membunyikan waditra angklung tidak memerlukan alat bantu pemukul.
Angklung berasal dari kata angka (nada), lung (patah/ hilang); angklung adalah ada nada yang hilang, atau ada bagian yang hilang. Setiap rumpun terdiri atas dua atau tiga batang angklung. Seperti yang terdapat dalam angklung badud, buncis, angklung bungko, sered dan gubrag.
Angklung terbuat dari bahan baku bambu wulung, bamboo temen. Sedang pelengkap lainnya; rotan sebagai tali pengikat, kain atau daun pelas dan benang-benang sebagai penghias angklung.
Bagian-bagian yang terdapat pada angklung yaitu:
- Guluntung angklung, setiap guluntung terdiri atas: daun congo, awak, dan bagal
- Parungpung, ruas batang bamboo yang dipergunakan untuk wadah gema (resonator)
- Ancak, yaitu tempat untuk mengikat angklung terdiri atas tihang-tihang, sorogan, rarawis (lengkungan)
Penyajian waditra angklung secara tradisional berfungsi sebagai sarana upacara adat atau seni upacara. Dalam fungsi lain, angklung telah berkembang menjadi sarana hiburan.
g. Calung


Calung adalah waditra jenis alat pukul terbuat dari bahan bamboo, dimainkan dengan cara dipukul. Calung berasal dari kata ca= baca= maca= waca, lung= berasal dari kata linglung (bingung). Di masa lampau calung disajikan sebagai alat mandiri (tunggal), biasa dimainkan ditempat sepi oleh orang-orang yang sedang menunggu padi, diladang atau di sawah, sambil menghalau burung.
Waditra calung terdiri dari 3 macam:
a. Calung Rantay, calung yang terdiri dari bilah-bilah bamboo sebanyak 10 batang, dipasang dengan cara dideretkan.
b. Calung Gambang, hamper sama dengan calung rantay, perbedaannya terletak pada pemasangan bilah-bilah bamboo yang ditempatkan pada ancak/ standard, seperti waditra Gambang.
c. Calung Jinjing, calung yang setiap rumpunnya (rangkaian bilah-bilah bamboo) ditampilkan dengan cara digantung.
h. Gambang

Gambang adalah jenis waditra alat pukul yang sumber bunyinya terbuat dari bilah-bilah kayu. Dimainkan dengan cara dipukul dengan alat bantu pemukul. Fungsi waditra ini sebagai adu manis lagu atau penghias lagu. Ini adalah perangkat dari gamelan, seperti pada gamelan wayang dan pelog salendro.

i. Celempung
Celempung adalah waditra jenis alat pukul yang terbuat dari bamboo. Waditra ini berperan sebagai kendang, yaitu pengatur irama lagu.
Celempung merupakan alat bunyi yang ditiru dari icikibung, yaitu bunyi permainan tradisional berupa pukulan telapak tangan dan gerak sikut diatas permukaan air, sehingga menimbulkan bunyi-bunyi yang khas. Permainan i9ni biasanya dimainkan oleh para wanita (gadis) yang sedang mandi di sungai.
Bunyi-bunyi dari permainan icikibung itu ditiru dan dipindahkan menjadi waditra yang terbuat dari bahan bamboo besar (awi gombong), yang disebut celempung
j. Kendang


Kendang adalah waditra jenis alat tepuk berkulit, yang dimainkan dengan cara ditepuk. Fungsinya sebagai pengatur irama lagu. Kendang biasa disebut gendang, asal kata dari Ked an ndang (artinya cepat0 dalam bahasa Jawa.
Berdasarkan ukuran, bentuk terdapat 3 jenis waditra Kendang Sunda, antara lain:
- Kendang gede, dipergunakan dalam kendang penca sebagai iringan Pencak silat.
- Kendang gending, yang biasa dipergunakan dalam kliningan wayangan, kacapian.
- Kulanter, kendang yang berukuran kecil. Berperan untuk menambah variasi tabuhan kendang sedeng.
Bahan dan rancang bangunnya terdiri dari;
a. Sentug, bagian lubang besar yang ditutupi kulit yang terletak di bagian bawah. Sedangkan bidang berkulit yang kecil disebut kempyang.
b. Wangkis, selaput kulit jangat binatang, sebagai sumber bunyi.
c. Rarawat, tali bahan baku rotan sebagai alat untuk menegakkan wangkis.
d. Tali rawir, tali dari bahan rotan untuk menutup bibir wangkis.
e. Wengku, lingkaran rotan yang dipasang dibagian ujung-pangkal kendang untuk menggulung wangkis.
f. Anting-anting, terbuat dari bahan logam berbentuk cincin untuk mengaitkan tali kendang.
g. Nawa, lubang udara.
h. Simpay, cincin dari kulit jangat untuk mengendurkan atau menegangkan tali.
k. Saron
![]() | |||
![]() |
Saron adalah alat pukul berbilah yang terbuat dari bahan logam perunggu. Berfungsi sebagai pembawa arkuh lagu, atau ornament. Saron berasal dari kata Soran yang berarti suara nyaring atau keras. Saron terdiri atas 6 atau 7 bilah nada.
a. Bilah nada saron
Nama-nama bagian saron mempunyai 2 bentuk mukia, yaitu:
- Geger sapi, bentuk muka saron seperti punggung sapi
- Babalingan, bentuk muka saron seperti belimbing
- Beuteung saron, bagian belakang atau bawah, dibatasi 2 buah lubang pada ujung pangkalnya
- Simpul, batas (titik temu gelombang suara pada saron
b. Ancak saron
- Kuping, 2 lembar papan yang dipasang dibagian atas
- Pongpok, bagian ujung-ujung pangkal ancak saron
- Papalayu, bagian muka dan belakang saron
- Lalambe, bibir yang dipergunakan untuk menempelkan bilah-bilah saron
- Lelemah, bagian dasar ancak saron
l.
Bonang

![]() |
Bonang adalah waditra jenis alat pukul berpenclon, terbuat dari bahan logam perunggu. Berasal dari kata bo=bobo/ tidur dan nang=benang karena penclon-penclon boning diletakkan di atas rentangan benang-benang.
Istilah lain dari bonang adalah kolenang. Akronim dari nakol- bale- bale- benang.
a. penclon bonang, yang menjadi sumber bunyi yang terbuat dari bahan logam perunggu atau besi.
b. Ancak bonang, tebuat dari bahan kayu dan benang-benang, agar penclon-penclon bonang dapat diletakkan dengan baik.
m. Goong
![]() | |||
![]() | |||
Goong adalah waditra jenis alat pukul yang terbuat dari bahan logam perunggu. Berfungsi sebagai penutup setiap akhir kalimat lagu.
Kata goong merupakan peniruan dari bunyi atau suara waditranya. Jika dipukul, berbunyi “gong”.
Macam-macam Goong:
a. Goong gantung, yang vdiletakkan dengan cara digantungkan.
b. Goong buyung, yang dimuat dari perunggu atatu besi berbentuk bilahan di bagian tengahnya terdapat penclon. Disebut goong buyung, karena wadah gema atau resonatornya terbuat dari buyung atau gentong.
n.
Gamelan Degung

Gamelan degung adalah gamelan khas tradisional sunda. Gamelan ini hanya terdapat di daerah Jawa Barat. Degung pada mulanya disajikan dalam bentuk gendingan (misik instrumental), namun perkembangannya dipergunakan untuk mengiringi sekar/ vocal.
Waditra-waditra yang biasa dipergunakan antara lain: bonang, jenglong, saron, cempres, suling, kendang, kulanter dan goong besar.
II.2 Wayang
a. Pengertian Wayang
Wayang menurut R.T.Josowidagdo berpendapat bahwa wayang menurut bahsa adalah "ayang-ayang"(bayangan),karena yang dilihat adalah bayangan dalam kelir(tabir kain putih sebagai gelanggang permainan wayang).Bayangn itu tampak kerena sinar belencong(lampu di atas kepala sang dalang).JUga ada yang mengartikan "bayangan angan-angan",yang menggambarkan nenek moyang atau orang terdaulu dalam angan-angan. Adapun wayang menurut istiah ynang diberikan oleh Dr.Th.Piqeud ialah:1. Boneka yang dipertunjukan (wayang itu sendiri). 2. Pertunjukannya,dihidangkan dalam berbagai bentuk,terutama yang mengandung pelajaran ,yaitu wayang purwa atau ayang kulit. Pertunjukan itu dihantarkan dengn teratur oleh gamelan(instrumen)slendro.
b. Sejarah/ Asal Usul wayang
Asal mula wayang golek tidak diketahui secara jelas karena tidak ada keterangan lengkap, baik tertulis maupun lisan. Kehadiran wayang golek tidak dapat dipisahkan dari wayang kulit karena wayang golek merupakan perkembangan dari wayang kulit. Namun demikian, Salmun (1986) menyebutkan bahwa pada tahun 1583 Masehi Sunan Kudus membuat wayang dari kayu yang kemudian disebut wayang golek yang dapat dipentaskan pada siang hari. Sejalan dengan itu Ismunandar (1988) menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16 Sunan Kudus membuat bangun 'wayang purwo' sejumlah 70 buah dengan cerita Menak yang diiringi gamelan Salendro. Pertunjukkannya dilakukan pada siang hari. Wayang ini tidak memerlukan kelir. Bentuknya menyerupai boneka yang terbuat dari kayu (bukan dari kulit sebagaimana halnya wayang kulit). Jadi, seperti golek. Oleh karena itu, disebut sebagai wayang golek.
Sedangkan asal mula wayang golek Jawa Barat itu sendiri yaitu, pada mulanya yang dilakonkan dalam wayang golek adalah ceritera panji dan wayangnya disebut wayang golek menak. Konon, wayang golek ini baru ada sejak masa Panembahan Ratu (cicit Sunan Gunung Jati (1540-1650)). Di sana (di daerah Cirebon) disebut sebagai wayang golek papak atau wayang cepak karena bentuk kepalanya datar. Pada zaman Pangeran Girilaya (1650-1662) wayang cepak dilengkapi dengan cerita yang diambil dari babad dan sejarah tanah Jawa. Lakon-lakon yang dibawakan waktu itu berkisar pada penyebaran agama Islam. Selanjutnya, wayang golek dengan lakon Ramayana dan Mahabarata (wayang golek purwa) yang lahir pada 1840 (Somantri, 1988).
Kelahiran wayang golek diprakarsai oleh Dalem Karang Anyar (Wiranata Koesoemah III) pada masa akhir jabatannya. Waktu itu Dalem memerintahkan Ki Darman (penyungging wayang kulit asal Tegal) yang tinggal di Cibiru, Ujung Berung, untuk membuat wayang dari kayu. Bentuk wayang yang dibuatnya semula berbentuk gepeng dan berpola pada wayang kulit. Namun, pada perkembangan selanjutnya, atas anjuran Dalem, Ki Darman membuat wayang golek yang membulat tidak jauh berbeda dengan wayang golek sekarang. Di daerah Priangan sendiri dikenal pada awal abad ke-19. Perkenalan masyarakat Sunda dengan wayang golek dimungkinkan sejak dibukanya jalan raya Daendels yang menghubungkan daerah pantai dengan Priangan yang bergunung-gunung. Semula wayang golek di Priangan menggunakan bahasa Jawa. Namun, setelah orang Sunda pandai mendalang, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda.
c. Jenis-Jenis Wayang pada umumnya
- 
Wayang Orang


- Wayang Topeng
- Wayang Golek
- Wayang Kulit



Tidak ada komentar:
Posting Komentar